Akhirnya, tiba juga hari ini. Saat yang membuatku paranoid selama jangka waktu yang cukup lama.
Kini, usiaku 17 tahun. Jujur, aku masih merasa menjadi anak kecil. Namun bagaimana pun aku harus banyak berubah, menjadi pribadi berakhlakul karimah, visioner, tangguh, dan siap menghadapi dan menaklukan tantangan masa depan.
Tujuh belas tahun. Orang-orang bilang sweet seventeen. Masa yang indah. Saat di mana kita sudah semakin bebas, semakin dewasa, bisa miliki segalanya. Tapi bagiku tidak! Usia 17 tahun berarti pembuktian pengabdian. Mewujudkan mimpi-mimpi dan membentuk generasi baru yang lebih unggul.
Bagiku, 17 tahun berarti taraf pendidikanku harus sudah semakin meningkat. Tanggung jawab pun semakin banyak. Bukan hanya masalah diri sendiri, akan tetapi melindungi adik dan generasi penerus, memperjuangkan kebenaran Islam di muka dunia, berbakti kepada kedua orang tua dan keluarga, serta pengabdian untuk negeri.
Sungguh aku berterima kasih kepada Allah yang sebesar-besarnya. Bukan gombal, tapi ini nyata. Aku merasakan ada jiwa baru yang menyelusup ke sanubari. Ruh pribadi yang matang dengan pemikiran yang dewasa. Semoga firasatku benar.
Ada penyesalan atas kekhilafanku menolak usia 17 tahun ini. Penolakkan yang membuatku frustasi dan malah menghancurkan beberapa pilar mimpiku. Hampir saja aku hancurkan semuanya!
Harusnya aku bersyukur. Aku baru menyadari, begitu banyak orang yang masih mengingatku, menyayangiku, tahu dan menyadari keberadaanku. Di wall fb, lebih dari 80 wall yang mengucapakn b’day kepadaku. Begitu pula yang di message.
Tak hanya itu, aku masih memiliki kedua orang tua yang begitu menyayangi dan melindungiku. Bahkan, di sela kesibukan mereka, mereka mengizinkan dan menyiapkan makanan untuk acara munggahan kelas XII IPA B sekaligus perayaan ultahku.
Di usia ini pun, Allah begitu murah hati dan mengizinkan salah seorang kekasih-Mu menjadi bagian hidupku. Aku berharap, ia bisa mendampingiku hingga akhir hayat nanti. Amin.
Sedih juga. Di hari istimewa ini ia tidak ada bersamaku. Bukan tidak ingin, tapi ada yang lebih penting dan prioritas dari ini. Kasihan juga.
Aku ingin menjadi penguatnya di saat ia pincang. Menjadi bagian dari sejarah kisah bahagianya. Ya Allah, benarkah aku mencintainya? Namun, pantaskah aku untuk berlaku seperti ini? Aku masih ingin menjadi hamba-Mu, Ya Allah. Hamba-Mu yang taat beribadah, cerdas, dan memiliki hubungan sosial yang baik. Amin.
Hari sebelumnya, tanggal 19, sebelum XII IPA B berangkat, ia pamit. Sedih banget. Tadinya mau agak sore. Tapi Soge, Fitri, Memet, n Ibad ‘ngajujurung’ terus. Akhirnya aku hampiri mereka yang sedang di Bi Oot. Sempat ngobrol beberapa saat. Lalu kita sepakat buat ngobrol di ruang OSIS.
Di sana, aku hampir saja menangis. Tapi setidaknya aku bisa menatap matanya, dari dekat, dengan adanya senyum dan elusan hangat darinya membuatku agak membaik. Aku rindukan elusannya. Sangat. Kemarin, sepanjang di ruang OSIS ia terus mengelus kepalaku. Allah, mengapa harus ada rindu??
Hanya sebentar di ruang OSIS. Kita berjalan berdua, melewati dunia yang ternyata membuat Fay panas hati dan menutup pintu plus menggambar tak jelas. Ia jealous sepertinya. sekaligus kasihin kado ultah untukku. Boneka ternyata. Aku baru buka bungkusnya di rumah.
ANNOUNCEMENT and promotion ;)
13 tahun yang lalu