twitter





Berada di Balai Sidang UI mengingatkanku pada memoar 1,5 tahun yang lalu. Saat aku masih beseragam abu, membawa emblem SMA Al Muttaqin. Waktu itu aku menginjakkan kaki di tempat ini untuk mendapat penjelasan tentang UI. Suasananya masih sama seperti dulu. Kursinya berwarna biru, di sudut kanannya sang saka dan bendera UI disandingkan. Tak jauh dari sana, ada mimbar yang dulu pernah aku gunakan untuk berpose.

Kali ini lain ceritanya. Aku duduk di sini untuk mengikuti seminar tentang workshop anti korupsi. Bersama ‘rengrengan’ asrama lain kita datang tepat waktu. Seminar ini menghadirkan tiga pembicara kawakan. Dedie A. Rachim (Direktur Dikyanmas KPK), Imaduddin Abdullah (Ketua BEM UI 2010), dan Topo Santoso, S.H., M.H., Ph.D (Dosen FH UI).

Banyak yang didapat dari seminar ini. Salah satunya adalah tentang KPK-nya di negeri orang. Di Singapura, KPK-nya bernama CPID dengan beranggotakan 2000 orang. Prinsip yang dibangun di sana memuat tiga hal, yakni mengubah budaya birokrat, mengubah perilaku masyarakat dan birokrat, dan penegakkan hukum yang konsisten.

Brunei, salah satu negara terkaya di ASEAN juga memiliki KPK, namanya BMR. Prinsip yang dipegang teguh adalah membangun integritas yang tinggi. Begitupun dengan Malaysia. Dengan nama BPR, ternyata sebanyak 90% aturannya disadap dari Indonesia dan 10% menyempurnakan dari yang Indonesia miliki.

Begitupun dengan Korea dengan nama instansi ICAK. Ada hal yang menggellitik dari pernyataan orang Korea terhadap Indonesia mengenai korupsi. Indonesia dan Korea dulu banyak kesamaan. Hari kemerdekaannya berdekatan, Indonesia 17 Agustus 1945, Korea 19 Agustus 1945. Kedua, Indonesia dan Korea hingga tahun 1973 merupakan negara termiskin. Namun, setelah itu tidak ada lagi persamaan antara Korea dan Indonesia karena Korea berhasil memangkas mata inti dari permasalahan, korupsi.

Salah satu resepnya ternyata Korea studi banding ke Singapura. Kemudian, prinsipnya ditambah, menjaga harga diri sebagai bangsa yang beradab. Bahkan untuk membenahi tata kota dan mengangkat citra baik Korea, masyarakat Korea membersihkan sungai hingga 4 tahun. Dan kini bisa dinikmati hasilnya. Tidak ada lagi sungai kotor dan semuanya berada pada koridornya masing-masing.

Namun bagaimana dengan Indonesia? Setelah hampir 6 tahun KPK berdiri, korupsi masih gentayangan di banyak bidang. Meski satu persatu para dalang ditangkap, akan tetapi semuanya tidak akan selesai jika tidak preventivitas.

Menurut Topo, beberapa penyebab terjadi korupsi adalah penegakkan hukum yang lemah, administrasi birokrasi yang membuka peluang, gaji yang rendah, serta rendahnya moral dan etika. Kebanyakan, belum bisa memilah antara milik masyarakat dengan milik pribadi. Sehingga perlu dibangun nilai budaya secara tegas untuk memisahkan serta membedakan antara hak pribadi dan milik umum.

Korupsi memang membunuh bangsa. Efek yang terjadi akibat adanya korupsi menimbulkan ketidakpastian hukum, disinsentif untuk berprestasi, penghambat terwujudnya struktur demokrasi yang sehat, penghalang investasi dan penyebab high cost economy, dan penghambat pembangunan.

Perguruan tinggi yang disinggahi oleh para mahasiswa yang memiliki idealism tinggi berperan untuk mencetak cendekiawan, sebagai instrument untuk pemberdayaan dan transformasi social, membumikan gagasan intelektualitasnya, dan sebagai tempat sosialisasi kedua untuk tumbuhnya kesadaran moral, di mana pendidikan sebagai bagian dari pembudayaan.

Mahasiswa, sebagai agent of change berperan dalam intelektual organik, di mana memberikan perubahan pada masyarakat tingkat bawah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, perlu pencerdasan teknis untuk membangun kesadaran kritis sehingga bisa berpartisipasi secara aktif dalam pengawasan dan hasilnya tercipta struktur masyarakat yang cerdas, kritis, partisipatif, dan solutif.

***

Aku sepertinya tidak asing dengan pria berbaju batik yang bersama Pak Dedie. Kuamati lebih telik. Ternyata Mas Yudi yang dulu menjadi pembicara di AMQ saat workshop anti korupsi.tadinya aku ingin menyapa, namun saat ku beringsut dari tempat duduk, Mas Yudi sudah berpindah entah ke mana.

0 komentar:

Posting Komentar